Seberapa Nyaman Kamu dengan (Lingkungan) Pekerjaanmu?

Jalan-jalan, jajan-jajan, dibayar pula. Wah enak banget itu keliatannya….

Begitulah yang saya pikirkan sewaktu saya menonton salah seorang World Traveller pada acara talkshow di televisi. Lika-liku, hiruk-pikuk menjalani perjalanan penjelajahan di luar negeri bisa dirasakan langsung. Begitu juga dengan keindahan-keindahan alam ciptaan Tuhan yang luar biasa. Ngantor gak harus ke kantor. Gunung, bukit, kota, pantai, sampai kedalaman laut menjadi kantor bagi mereka. Terlihat sangaaaat menyenangkan.

Sementara para pekerja kantor dibatasi dengan jam kerja, jarak menuju kantor, dan orang-orang sekeliling di kantor serta klien yang harus dihadapi.

Sejak lulus SMA saya selalu berpikir betapa keren para jurnalis membawakan berita, reporter yang melaporkan berita. Sehingga sewaktu saya berkesempatan untuk ujian lokal di salah satu universitas di Jakarta Barat via sekolah saya, saya memilih jurusan jurnalistik dan saya lulus. Tapi karena waktu itu saya pingin sekali kuliah di Bandung, saya ambil tawaran ‘jalur PMDK’ sebuah universitas swasta di daerah Dipatiukur. Setahun kemudian saya pindah ke Jatinangor dengan mengambil jurusan Jurnalistik, karena saya masih berpikir akan mengambil jalur yang saya harapkan sebagai ‘jalan saya’.

Nyatanya, cara kerja seorang wartawan bukanlah cara kerja yang saya nikmati. Sebetulnya pekerjaan pertama saya bukan di media massa pada umumnya, tapi lebih kepada korporasi. Cara kerjanya masih bisa saya terima, bos dan rekan kerja juga saya tak ada masalah. Hanya salary yang jadi masalah. Haha. Jadi mau tak mau saya harus keluar dari zona nyaman itu. Pindah ke Jogja, saya dapati pekerjaan yang berbeda.m sebagai marcomm. Walau begitu saya cukup menikmati jenis pekerjaan, teman-teman dan gaji yang cukup baik untuk ukuran Jogja. Masalahnya, saya tak akur dengan Sang Tangan Kanan di kantor. Maklum, saya tidak suka orang dengan banyak topeng. Singkat kata, masa probation saya 4 bulan (harusnya 3 bulan), berakhir. Saya kembali ke rumah dan mencari pekerjaan di lingkungan Jakarta yang profesional.

Di sinilah debut pertama saya menjadi sekretaris. Dengan bos dari Korea yang sangat menyenangkan dan menghargai cara kerja saya. Bisa dibilang, saya sangat enjoy dengan orang-orang kantor, tak ada masalah sama sekali. Fasilitas pun lebih dari cukup, sangat memadai kebutuhan kerja saya. Saya dikhususkan jadi sekretaris Mr.Kwon di kantor itu.

senyum-didepan-bos-130617b

Memang, gaji belum cukup menjanjikan, tapi bonus tahunan dan bonus tambahan dari bos atas kerja baik saya, cukup menyenangkan hati saya. Begitu juga dengan Bos Indonesia saya, sangat santai dan ramah, juga cukup jayus.

Sayangnya, setelah 8 bulan bekerja, Bos Korea saya harus ditarik kembali ke negaranya karena permasalah keuangan global yang dialami perusahaannya. Perusahaan shipping besar Korea itu pun sudah menutup beberapa kantor cabangnya, di antaranya Amerika, Hongkong dan beberapa negara Arab. Saya mau tak mau pun harus mencari pekerjaan di tempat lain, karena percuma saya ada di sana, tanpa punya bos berarti saya ga ada kerjaan dong.. salah satu rekan saya pun sudah terlebih dulu keluar. Bulan Oktober katanya Mr.Kwon akan pulang ke Korea, jadi saya pun bergegas mencari pekerjaan di tempat lain.

Singkat kata, saya mendapatkan pekerjaan sejenis di perusahaan lain. 2 bulan sebelum Bos Korea saya pulang, saya mengajukan resign. Tapi beliau meminta saya untuk stay sedikit lebih lama. Perusahaan baru meminta saya untuk lebih cepat bergabung sedangkan perusahaan lama meminta saya memperpanjang waktu untuk bertahan. Bernegosiasi, saya pun akhirnya bertahan hingga 2 minggu lebih di kantor lama. Mr.Kwon sangat menghargai tindakan saya ini, dan jujur saja saya agak sedih berhenti bekerja untuk beliau.

Dua hari sebelum saya resign, saya ikut turun ke lobby, sekalian mengantar Mr.Kwon ke mobilnya untuk meeting. Dia bertanya berapa gaji saya di tempat baru. Sedikit merahasiakan, saya hanya menyebutkan kisi-kisi besarannya pada beliau. Mengagetkan bagi saya, Mr. Kwon bilang, “I think you should at least get a minimum salarylima juta,” dengan logat lucunya ia berbahasa Indonesia. “Minimum,” katanya menekankan. Saya tersenyum saja. “I wish, hehe..”

Esoknya, adalah hari terakhir saya. Hiks, sedih kalau ingat ini. Jujur, Mr. Kwon adalah bos terbaik yang pernah saya punya. Saya senang dengan caranya menghargai hal-hal kecil dan pekerjaan yang saya lakukan, tidak pernah grasa-grusu dan juga marah sedikitpun. Saya nyaman dengan lingkungan seperti ini. Beliau memberikan saya amplop berisi sejumlah uang sebagai bonus atas pekerjaan saya selama ini, terutama karena saya mau extend membantu apapun yang bisa saya bantu di perusahaan, jelang kepindahannya kembali ke Korea.
“Semoga sukses di Korea, mister” saya pun mengucap terima kasih dan pamit.

Berpindah ke kantor baru, lingkungan baru yang luas, membawa saya pada perubahan. Banyak hal yang saya pelajari, terutama tentang pribadi orang-orang di kantor besar ini. Walaupun to be honest, saya kurang suka dan tidak bisa nge-blend dengan pola pikir dan kebiasaan kebanyakan dari mereka. Tapi, selama tidak mempengaruhi pekerjaan, saya tak masalah. Di beberapa kesempatan, saya pun mencoba untuk ikut agenda ‘nongkrong’ atau makan bareng. Sesekali. Hehe. Saya lebih nyaman beli sendiri di tempat langganan saya. Alasannya.. Tentu saja.. Karena jauh lebih murah :-)))

Gaji, cukup baik. Orang-orang di sekitar, memang ada macam-macam, yang paling saya tidak suka sih karena ada mulut-mulut kotor yang suka mencibir orang seenaknya. Mbok yo kalo ngomong itu disaring dulu jangan asal jebred. Anehnya yaaa.. Orang aneh pun bisa punya pasangan kok hehehe.. Lupakan.

bos

Di tempat ini, saya sering merindukan mantan-mantan bos saya (kecuali bos di Jogja). Yang terutama, memang Mr. Kwon. Tapi ya mana mungkin sih bisa dapet bos yang serupa. Terlebih ketika kenyataan membawa saya untuk punya bos perempuan. No comment. Yang jelas, apa yang dikatakan pendapat tentang perbedaan bos laki-laki dan perempuan itu berlaku secara bervariasi terhadap saya :

– Polling yang dilakukan onepoll.com menyatakan bahwa perempuan lebih suka bekerjs dengan bos laki-laki.. Betul.
– Dalam buku Why Men Can’t Listen and Women Can’t Reads Maps dikatakan bahwa atasan perempuan itu :
1. Lebih berempati. Ini tidak terbukti bagi saya.
2. Tidak khawatir melakukan pelecehan seksual. Betul. Ya mau ngapain emangnya..?
3. Lebih sering memberi pujian pada bawahan dan merupakan pendengar yan baik. This is totally wrong
4. Lebih baik dalam mendelegasikan tugas maupun menjelaskan jobdesc. Engga juga.
5. Bisa membicarakan banyak hal dalam satu waktu. Wow, sampe kadang orang-orang juga bingung sebenernya poin yang diomongin itu apa, saking banyaknya yang dibahas.
6. Sering melibatkan emosi dalam pekerjaan. YES, cenderung kayak ngadepin orang PMS (Walaupun udah menapouse). Saya jadi tau gimana rasanya jadi laki-laki yaaaa. Sabar..sabar..
7. Cenderung sering terpengaruh mood dan membawa masalah pribadi ke kantor. Ya kembali kepada emosi tadi ya. Moodswing yang ruwet.
8. Lebih senang membicarakan masalah perasaan dan lika-likunya. Yang ini nggak tau deh, engga pernah aware sama hal-hal di luar kerjaan soalnya.

Satu hal yang nggak bisa dihubung-hubungkan adalah cara seorang bos menginginkan suatu masalah/pekerjaan selesai. Entah kalau bos cowo bisa lebih santai itu bener apa nggak. Yang jelas, entah itu bos laki-laki atau perempuan, jika menginginkan semuanya cepat beres tanpa memikirkan dan bertoleransi pada hambatan yang dihadapi anak buahnya, jelas menjengkelkan. Juga, bos yang terlalu perfeksionis, mengharapkan semua pekerjaan selesai dengan sempurna tanpa cela. Well iya sih, itu otoritas seorang bos untuk memerintah ini-itu. Namanya juga BOS.

Yang jelas mesti banyak sabar deh. Segala konsekuensi mesti diambil meskipun terkadang rasanya pengen tau rasanya punya bos laki-laki di tempat sekarang.

Tuhan, bisakah Mr. Kwon dikloning untuk jadi bos saya lagi?

sumber

6 thoughts on “Seberapa Nyaman Kamu dengan (Lingkungan) Pekerjaanmu?

  1. Kenapa ya kayak gitu rata2, kalo ada kerjaan enggak beres, yang diduluin itu ‘judging’ (plus mere-mere) ketimbang cari jalan keluarnya. bikin pusing, kesel, de el el. hehee..

  2. iya, mereka ngamuk2 gak jelas. maki2 😦 bos terakhir aku lebih serem lagi, semua orang termasuk bos2 di jakarta dulu ampe salut aku tahan di tindas 3 taon lebih sama dia haha. Lah wong ada 1 PA baru kerja 1 bulan, trus dimaki2 besoknya ortu si PA itu datang ngamukin si bos aku itu hahaha

  3. jalan satu2nya sih sabar ya mba. tapi agak susah buat aku, soalnya aku kalo udah nggak suka sama orang, bakal nggak suka terus. hehe. ini udah kayak pacaran deh sama bos, kalo nyebelin, aku males ngomong. kalo lagi moodnya bagus, baru berani. kadang suka iri sama sekretaris sebelah, yang bosnya kalo disapa sama kita, trus jawabnya, ‘pagi juga sayang..” duh 😦

  4. sabarnya gak berbatas ya 🙂
    bos aku kayak psiko gitu loh. Jadi dia kalo lagi happy panggil2 aku sayangku gitu, serius ini tapi begitu dia marah/panik aku bisa dimaki2 kayak yang gak berharga gitu huhu. Sedih banget, si Matt benciknya sampe ke ubun2 ama nenek2 itu hihi. Aku juga benci2 sayang ama dia. Benci ama perlakuannya tapi sebenarnya sayang karena dia udah tua, sendirian dan sebenarnya baik tapi mulutnya aja mirip kloset mampet

  5. hwaaaa aga menyeramkan ya mbak. mudah2an kalo aku jadi bos nggk ky gitu. (bos di rumah) hahaha.. mungkin memang mesti dipahami bagaimana wanita menapouse ya mba. bos aku pun 50+

Leave a comment