Pantai…
Adalah tempat di mana jiwa bisa berpikir lebih sederhana. Mengagumi keindahan yang Tuhan turunkan di bumi. Di mana hati dan pikiran belajar mensyukuri tiap jengkal kehidupan mulai dari hal kecil yang sederhana.
Begitu sampai di pesisir di mana kapal kami berlabuh, pandangan saya tertuju pada gradasi warna air di depan ‘dermaga’ Pulau Tunda. Pulau ini belum memiliki dermaga sungguhan, jadi pengemudi kapal harus ekstra hati-hati dan cermat menyandarkan kapalnya untuk menurunkan para penumpang dengan jumlah barang bawaan yang bervariasi. Dengan bersemangat, kami menginjakkan kaki di Postponene Island aka Pulau Tunda.

Tunda Island 2014, semirip kue lapis 😉
Berangkat pukul lima pagi dari rumah, teman saya mengira kami akan terlambat. Ternyata begitu sampai di terminal bayangan Kebon Nanas, teman-teman yang seharusnya berangkat dari Terminal Kampung Rambutan pukul 5.00 belum juga berangkat ketika waktu menjelang pukul enam pagi. Ada beberapa orang yang terlambat. Lagipula, sudah biasa ada yang terlambat dalam keberangkatan trip kan. Selalu saja ada. Dan kali ini keterlambatan mencapai hingga satu jam dari yang seharusnya.
Baiklah. Terpenting, pukul enam pagi saya sudah duduk di bis Bima Suci menuju Serang. Dengan mata yang perih karena kurang tidur, saya mencoba memejamkan mata, tapi tetap nggak bisa tidur. Errrrr… Mudah-mudahan bisa tidur di kapal nanti.
Sejam kemudian kami sampai di Serang. Beberapa orang juga sudah datang. Kami memutuskan untuk berkumpul di depan Ind*m*r*t untuk sarapan dan menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan. Akhirnya, setelah satu setengah jam berlalu, mereka sampai, dan kami bisa melanjutkan perjalanan menggunakan angkot charteran menuju Pelabuhan Karangantu.

Panjang 1,5 Km, Lebar +- 20 meter

POM pengisian bahan bakar untuk perahu

Kapal-kapal yang bersandar di P. Karangantu
Menurut sejarah yang dituliskan Cornelis de Houtman, pada tahun 1596 Banten merupakan Kota Pelabuhan dan Perdagangan yang sama besar dengan Amsterdam saat itu, seperti yang juga diungkapkan Vincent Leblanc asal Perancis ketika tiba di Banten pada abad 16. Hal ini menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang penting dilihat dari sudut geografi dan ekonomi karena letaknya yang strategis dalam penguasaan Selat Sunda. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 menyebabkan para pedagang muslim enggan untuk melalui Selat Malaka.
Para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda, sehingga mereka pun singgah di Karangantu. Sejak itu, perlahan tapi pasti, Karangantu menjadi pusat perdagangan Internasional yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia, Afrika dan Eropa. Karangantu sendiri terletak tidak jauh dari objek-objek wisata di Banten lainnya seperti Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, dan lain-lain di Kecamatan Kasemen, Serang – Banten. Tapi sekarang, kondisi pelabuhan ini cukup memprihatinkan karena pengelolaanya yang kurang baik.
Kini, Pelabuhan Karangantu lebih banyak digunakan oleh masyarakat pulau sekitar untuk berbelanja ke Kota Serang, begitu pula bagi para nelayan yang hendak menjual ikan-ikan hasil tangkapan mereka. Selain itu, melalui pelabuhan ini juga, para pelancong singgah untuk kemudian menuju pulau-pulau di sekitar seperti Pulau Panjang, Pulau Kambing, Pulau Kubur, dan Pulau Tunda. Kegiatan rekreasi biasanya adalah snorkeling, diving, atau memancing.
Yap… itu pula yang hendak kami lakukan di Pulau Tunda : menikmati keindahan panorama pulau beserta kehidupan bawah lautnya.
Ketika datang di Pulau Tunda, waktu menunjukkan saatnya untuk makan siang. Kebetulan, makan siang sudah disediakan di homestay. Dengan banyaknya peserta yang terlibat, kami dibagi ke empat homestay. Saya (untungnya) kebagian di Homestay 1, yang menjadi pusat kegiatan (alias penyediaan makanan hehehe). Setelah solat dan makan siang, kami bersiap untuk snorkeling pertama. Dan itu dimulai pukul 13.00. Woawww, kebayang banget panasnya dan saya sudah rela kulit terbakar matahari, demi bersenang-senang. Heeheee…
Sekira sepuluh menit, kami sudah sampai di tempat snorkeling. Memang, spotnya hanya di sekitaran pulau saja, beda seperti di tujuan wisata lain yang kebanyakan spot snorkelingnya agak jauh dari pulau tempat singgah. Am sooo ready to get wet. LOL

JUMP!!




*courtesy Sabil dan Yoga
Jadwal snorkeling siang sampe sore hari pertama, dibagi jadi dua spot, dengan karakter karang yang mirip. Memang, tak terlalu istimewa pemandangan bawah laut di Pulau Tunda ini, karena sangat disayangkan, terumbu karang di sana sudah rusak cukup parah akibat berbagai alasan. Tapi, kami tetap menikmatinya. Saat menuju kembali ke Pulau, kami menemukan sekawanan lumba-lumba yang melintas. Sayang sekali tak satupun dari kami berhasil mengabadikannya, karena sepertinya mereka terlalu takut untuk muncul kembali akibat weice-weice yang berteriak terlalu kencang. Sayang sekali…
Kembali ke Homestay dan mandi, kami pergi lagi untuk hunting sunset. Tapi sayang, matahari sudah tertutup awan dan hanya menyisakan gradasi warna awan. Sepertinya kami terlambat, karena dari homestay menuju menara pandang pun membutuhkan waktu berjalan sekitar 15 menit. Akhirnya kami memutuskan untuk naik ke menara pantau, karena selepas snorkeling tadi sempat mau naik tapi nggak diperbolehkan. Menjalang malam begini, penjaganya mungkin sudah pulang.

Malamnya setelah makan, Mas Dirman, anak dari ibu pemilik Homestay 1 berbagi sedikit cerita kepada kami mengenai sejarah Pulau Tunda. Katanya, dulu Pulau Tunda adalah tempat favorit mantan presiden Soeharto untuk memancing. Ajudan beliau mengatakan, kalau memancing di sana, dijamin akan dapat ikan yang bagus. Pada masanya, Pulau Tunda adalah pulau yang sangat kaya akan ikan dan terumbu karang yang indah. Tapi seiring waktu, banyak oknum yang tak bertanggung jawab mengeruk kekayaan bawah air dengan menjaring ikan dalam skala yang sangat besar, termasuk juga mengeruk pasirnya untuk dijadikan pulau buatan di daerah Pantai Indah Kapuk. Miris.


Selepas itu, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke dermaga dan menerbangkan lampion, sementara ABK dan beberapa orang yang lain memancing di sekitar dermaga. Tapi sayang, angin yang terlalu kencang membuat lampion tak semuanya berhasil terbang jauh. Hanya dua dari lima lampion yang mampu terbang melintasi lautan. Setelah puas bermain lampion, kami kembali ke Homestay untuk beristirahat. Besok pagi masih ada kegiatan hunting sunrise, snorkeling dan hopping island.
Pukul 4.30 selepas subuhan, kami menuju ke pesisir Timur untuk melihat matahari menampakkan diri dan memulai hari. Berjalan kaki selama 20 menitan, rasanya jauh juga. Ketika sampai di spot munculnya sunrise, kami harus kecewa karena langit kembali berawan. Setelah setengah jam, kami pun memutuskan untuk kembali ke homestay untuk sarapan pagi. And guess what? Ternyata sepanjang perjalanan pulang ke homestay ini banyak bunga-bunga yang indah, yang tak kami lihat sewaktu berangkat tadi (tak lain karena masih gelap).
Bunga bermekaran di tamaaaaaan…………………………………………….


Tadinya, kami berpikir untuk jalan ke pantai. Tapi kemudian berubah pikiran dan memilih ikut kapal supaya bisa snorkeling terlebih dulu sebelum menginjakkan kaki di pasir pantai yang putih.



Selesai snorkeling dan hopping island, kami kembali ke pulau untuk bersih-bersih dan beres-beres alias packing untuk pulang. Setelah semua barang masuk, kami disuguhi makan siang. Menu makan siang hari ini, makan malam dan makan siang kemarin hampir sama, yakni nasi putih, ikan goreng/bakar dan sayur serta sambal. Bagi saya sih, sudah cukup nikmat ya. Untuk trip dengan share cost seperti ini, sepertinya tidak perlu minta yang enggak-enggak. Ditambah dengan buah semangaka, siang itu semakin segar rasanya.
Kapal 1 yang lebih besar memang memuat banyak, tapi tak banyak ruang yang bisa dipakai untuk selonjoran apalagi tiduran. Saya di kapal 2 yang lebih kecil rasanya lebih nyaman dan leluasa, tiduran ataupun selonjoran bebas deh. Sayangnya, siang itu kami harus say goodbye kepada Pulau Tunda untuk kembali pulang.

ready to sleep. bye bye, Postpone Island
NOTE :
- Di Pulau Tunda ini katanya sebagian rumah gak nyala listrik kalau siang. Tapi di homestay 1, siang hari bisa nyalain kipas angin (tapi tv nggak). Katanya di setiap rumah terdapat solar cell untuk membantu pengadaan listriknya. Sayang sekali sebatas kipas angin dan chargeran handphone yang bisa dipakai, sementara pompa air tetap ngak nyala. Jadi, setiap kali beres snorkeling dan mandi pagi, kita harus menimba air sendiri dari sumur, termasuk untuk urusan buang air.
- Sama sekali nggak ada sinyal handphone kalau di homestay. Walaupun di ponsel menunjukkan ada dua bar sinyal, tapi nyatanya tetap nggak bisa kirim pesan. Begitu juga untuk data service, ditandai dengan huruf E alias edge. Yang mana seharusnya masih bisa digunakan untuk berkirim pesan data, misalnya via Whatsapp atau BBM, Line dll. Nyatanya nggak bisa mengirim pesan via semua jenis messenger tersebut. Tapi saya sempat bisa menerima SMS dan Whatsapp. (Teteeep, gabisa bales #doh)
- Tanah di Pulau Tunda ini masih banyak yang mau dijual oleh pemerintah kepada siapapun yang minat. Untuk yang suka/minat berinvestasi, boleh tuh dibeli via Dinas Pariwisata setempat, daripada dijual sama pihak asing kan….
- Ingat, usahakan untuk membawa kembali sampah, karena pesisir pantai di Pulau Tunda (terutama di sekitar dermaga) banyak sekali sampah yang menumpuk, menyangkut di bebatuan karang sehingga merusak lingkungan dan keindahan. Keep travelling and love the nature yaaaaaaaaaaaaaaa..